Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan kampanye hitam (black campaign) dan
kampanye negatif (negarive campaign) yang akan menghiasi Pemilu 2014
dengan metode kualitatif. Teknik penggumpulan data berupa observasi dan studi
kepustakaan. Kampanye merupakan salah satu kegiatan
rutin yang dilakukan, saat menjelang suatu pemilihan umum. Berbagai cara
dilakukan dalam kampanye untuk menarik simpati masyarakat, bahkan kampanye
hitam dan kampanye negatif dianggap mampu membentuk opini publik untuk
menciptakan citra buruk pihak lawan politik. kampanye di Indonesia dikenal
istilah kampanye hitam dan kampanye negatif. Kampanye hitam, yaitu menggunakan
argumentasi yang tidak didasari pada fakta dan realitas. Sedangkan kampanye
negatif politisi menggunakan strategi menyerang dengan didasari fakta dan
realitas. Kampanye hitam dan kampanye negatif akan menghiasai kampanye Pilpres
dan Pileg 2014. Isu SARA dan korupsi akan menjadi bahan utama kampanye hitam
atau kampanye negatif. Intensitas kampanye hitam dan kampanye negatif akan semakin
tinggi setahun menjelang pemilu di laksanakan dan akan semakin intens terjadi
secara terbuka setelah partai politik menggumumkan Daftar Caleg Sementara (DCS)
bulan April mendatang. Setelah penetapan caleg, partai akan bersaing secara
terbuka dengan kader-kader lain. Perang kampanye hitam dan kampanye negatif
antar caleg, nanti bukan hanya yang berbeda partai, tapi juga antara caleg yang
berada satu partai
Kata kunci: Black Campaign, Negarive Campaign,
Kampanye.
PENDAHULIAN
Pilpres 2014 yang menjadi ajang pertarungan
capres-cawapres akan sangat rawan black campaign. Tim sukses akan memainkan
strategi mengungkit dosa-dosa masa lalu lawan politik. Saat ini parpol dan
figur capres yang berniat maju dalam Pilpres 2014 bukan tak mungkin sudah
menyiapkan amunisi untuk menyerang figur lain. Ini tak lepas dari adanya
beberapa capres yang identik dengan isu-isu negatif tertentu yang dibayangi
kasus hitam. Seperti kasus-kasus pajak, kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) dan hilangnya sejumlah aktivis, kasus korupsi dan kasus lainnya.
Black campaign dengan mengekspos kasus-kasus masa lalu capres-cawapres menjadi
senjata mematikan untuk menjatuhkan lawan politik. Akan terjadi saling serang
antar tim kampanye capres-cawapres.
Namun, pada Pilpres 2014 capres-cawapres tidak akan
bergerak leluasa seperti Pilpres 2009. Dalam Pilpres mendatang, praktik politik
saling serang akan sangat kentara. Mereka akan saling menelanjangi, karena
sekarang ini masa transisi yang tidak ada incumbent. Untuk pilpres nanti
pemilih harus lebih bersikap kritis menyaring kelebihan dan kekurangan
capres-cawapres. Masyarakat sekarang sudah makin cerdas, sehingga bisa
membedakan kampanye negatif dan positif. Jika masyarakat sudah kritis dan
cerdas, black campaign tidak akan menjual lagi. Justru bisa menjadi senjata
makan tuan, karena masyarakat muak dengan capres-cawapres yang acapkali
menyerang lawan. Bisa-bisa yang terlalu sering menyerang lawan tidak dipilih
masyarakat. [Harian Rakyat Merdeka].
Black campaign
merupakan salah satu bentuk kegiatan propaganda politik, yang berkonotasi
negatif dalam penilaian publik. Black
campaign bertujuan untuk membentuk opini publik untuk citra yang buruk
terhadap lawan politiknya. Black campaign
hanya dinyatakan sebagai pelanggaran perdata pemilu. Padahal sebenarnya bisa
saja kalau ada pihak yang mengadukan black
campaign ke kepolisian dan Bawaslu, yang seperti ini bisa dikategorikan
pidana pemilu, sehingga kalau terbukti bersalah, yang bersangkutan bisa
dipenjara. Saat ini KPU dan Bawaslu terus meningkatkan komunikasi terus
menerus. KPU dan Bawaslu bertukar informasi dan saling memberikan masukan
seputar fungsi dan kewenangan kedua lembaga. Melakukan sosialisasi agar peserta
pemilu tidak melakukan black campaign. Hal itu kami lakukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pemilu.
KAJIAN TEORI
Kegiatan Pilkada tentu saja tidak lepas dari kegiatan berkampanye.
Charles U Larson (dalam Ruslan, 2008:25-26) membagi jenis kampanye menjadi tiga
jenis, yaitu kegiatan menjual produk, gagasan perubahan sosial, dan kandidat.
Kampanye kandidat merupakan kampanye yang berorientasi bagi calon untuk
kepentingan kampanye politik. Hal ini tentu saja berkaitan untuk mendapatkan
dukungan dari pemilih atau pemegang hak suara. Namun pada kenyataannya sekarang
ini banyak kegiatan kampanye yang dilakukan untuk menyerang lawan politiknya
(attacking campaign). Kampanye menyerang terdapat dua jenis kampanye, yaitu
black campain dan negative campaign. Black Campaign merupakan model kampanye
dengan cara membuat suatu isu atau gosip yang ditujukan kepada pihak lawan,
tanpa didukung fakta atau bukti yang jelas (fitnah). Sedangkan Negative
Campaign merupakan model kampanye yang lebih menonjolkan dari segi kekurangan
lawan politik, dan dari apa yang telah disampaikan mempunyai bukti atau fakta
yang jelas.
Kampanye politik selama ini hanya dilihat sebagai suatu proses
interaksi intensif dari partai politik kepada publik dari kurun waktu tertentu
menjelang pemilihan umum. Dalam definisi ini, “kampanye politik adalah periode
yang diberikan oleh panitia pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik
maupun perseorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi
opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara kepada
mereka sewaktu pencoblosan” (Lilleker & Negrine, 2000). Selama ini banyak
kalangan yang hanya mengartikan kampanye politik sebagai kampanye pemilu.
Pemahaman sempit tentang kampanye politik ini membuat semua partai politik dan
kontestan individu memfokuskan diri pada periode kampanye pemilu belaka. Semua
usaha, pendanaan, perhatian dan energi dan energi dipusatkan untuk mempengaruhi
dan memobilisasi pemilih menjelang pemilu.
Kampanye hitam atau black
campaign merupakan salah satu bentuk
kampanye pemilu dan sebagai bagian dari strategi deversifikasi politik,
(Firmanzah : 2007) “image positif yang
dimiliki kandidat dapat membantu untuk meyakinkan pemilih bahwa janji serta
harapan politik yang diberikan benar-benar dimaksudkan untuk perbaikan bangsa
dan negara, bukan untuk kepentingan politis saja. Sementara itu, image yang
negatif akan semakin menyulitkan kandidat yang bersangkutan untuk meyakinkan
pemilih bahwa program kerja yang disampaikannya benar-benar demi perbaikan
kondisi masyarakat.”
Sementara itu, black campaign pun samar-samar dalam pengertiannya.
Terkadang “dicampur-sari” dengan negative campaign. Kadang membuat kita
bertanya, ini black campaign atau negative campaign? – nyaris tak jelas. Menurut Bara Hasibuan, black campaign
merupakan model kampanye yang melempar isu, gosip dan sebangsanya, tanpa
didukung fakta atau bukti. Berbeda dengan negative campaign yang dianggap
“bersih” karena lebih menonjolkan kekurangan lawan politik, memiliki bukti atau
telah terbukti. Oleh karena itu, keduanya tidak dapat disamakan. Black campaign
yang diartikan kampanye hitam merupakan istilah yang sulit ditelusuri
pengertiannya. Mengerti konsep, kemudian mengindentifikasi black campaign sulit
dilakukan. Tetapi negative campaign yang diartikan kampanye negatif justru sebaliknya,
kajian dan praktik kampanye negatif bukanlah fenomena baru, selama dekade
terakhir ini telah menyebar dari AS ke berbagai tempat lain.
Partai Republik dan Partai Demokrat di AS merupakan
contoh kampanye negatif yang cukup jelas. Mereka melakukan riset panjang dan
investigasi terhadap kehidupan pribadi kandidat untuk mengungkap fakta
memalukan dan gambaran paling buruk kandidat tersebut. Untuk menunjukkan kepada
publik tentang semua hal mengenai kandidat tersebut. Harapannya, jika keburukan
kandidat terungkap, pemilih suka atau tidak suka (logis) memilih kandidat yang
lain.
Kemudian kita berbalik untuk menilik black campaign, jika
memang ini hanya dipraktekkan di Indonesia (perlu dilakukan riset lebih
lanjut). Maka istilah ini cukup sesuai karena keadaan partai dan pemilu di
Indonesia. Partai-partai di AS melakukan negative campaign karena diproduksi
dengan riset yang panjang dan keakuratan fakta dan datanya sangat diperhatikan.
Mereka menguras banyak sumber daya dan uang untuk itu. Sedangkan keadaan di
Indonesia adalah sebaliknya, partai yang membentuk tim sukses menjelang pemilu,
cenderung lebih mudah mem-black campaign-kan kandidat lain ketimbang melakukan
negative campaign karena fakta dan data sulit dibuktikan – bahkan boleh jadi
hanya “diada-adakan”. Dana kampanye tidak lebih baik untuk kampanye negatif,
kalau masih ada celah untuk politik uang. Keadaan-keadaan inilah yang
memungkinkan black campaign bisa terjadi. Black
campaign harus dihindari, tetapi negative
campaign justru perlu dipelihara. Sebab negative campaign diperlukan untuk
melihat track record kandidat secara utuh, karena disampaikan secara faktual.
HASIL ANALISIS DAN DISKUSI
Terdapat tiga jenis utama dari negative and black campign
yakni (1). Ad hominem istilah latin berarti “melawan orang”. Jenis serangan ini
adalah serangan terhadap pribadi lawan, cendrung tidak ada hubungan dengan
kampanye, visi misi maupun kebijakan, seperti mengkampanyekan lawan politiknya
dengan menyebut kelebihan berat badan, jelek, memiliki hubungan di luar nikah,
keluar masuk kafe dengan wanita lain. (2). Policy attacks merupakan jenis
kampanye yang menyerang kebijakan dan program lawan yang tidak tepat dan tidak
dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dalam prakteknya serangan ini biasanya
dilakukan dengan membandingkan kebijakan dan janji-janji lawan politik,
kemudian membandingkannya dengan kebijakan dirinya (sebagai calon) dan
memperlihatkan kepada halayak kejelakan kebijakan lawan. (3). Character attacks
merupakan serangan karakter terhadap lawan.
Dari tiga jenis utama negative and black campign tersebut
di atas, ad Hominem attacks adalah jenis serangan yang tidak etis dan kontra
produktif dan harus dihindari dalam setiap kampanye Para kandidat sebaiknya
menggunakan serangan kebijakan dan program untuk kesejahteraan rakyat (berfokus
pada tema-tema positif yang mempromosikan diri mereka sendiri). Operasi politik
professional percaya bahwa policy attacks merupakan serangan yang etis dan
produktif dalam kampanye politik. Serangan character attacks menunjukan bahwa
hal-hal tertentu dalam hidup lawan politik saat ini atau masa lalu membuat dia
tidak layak untuk posisi yang mereka incar saat ini. Contoh serangan karakter
melakukan kekerasan dalam rumah tangga, sering bertindak kasar terhadap istri,
pernah melakukan tindak asusila di masa lalu, dan lain sebagainya, seharusnya
dihindari. Serangan karakter adalah wilayah abu-abu dalam negative campign.
Terkadang, sebagian orang sama sekali tidak menggunakannya, namun sebagian yang
lain percaya bahwa character attacks dapat diterima selama mereka berhubungan
langsung dengan kampanye.
Dalam politik Indonesia dimana kampanye (positif)
dilakukan dengan mengeksplorasi kelebihan calon dengan tak proforsional,
narsis, berlebihan dan tak menggunakan argumentasi memadai, dan biasanya
dilakukan oleh kandidat Kepala Daerah yang masih berkuasa. Iklan Politik
berlebihan yang dilakukan para kandidat yang berkuasa tidak proforsional dan
narsis menjelang pilkada, maka negative and black campign sangat berguna. Keduanya
menyeimbangkan positive campign yang cendrung menyajikan kelebihan kandidat
secara berlebihan dan tak proforsional.
Pada dasarnya, black campaign merupakan kampanye yang
terselubung. Pelaku black campaign biasanya juga tidak memperlihatkan identitas
seseorang ataupun kelompok politik. Isi dari black campaign pun tidak irasional
dan tidak dapat dibahas secara terbuka, sehingga
kebanyakan khalayak akan
menerima isi kampanye ini secara “bulat”, tanpa memproses dari isi kampanye
hitam ini. Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan black
campaign (kampanye hitam) memang harus dihindari, tetapi negative campaign
(kampanye negatif) justru perlu dipelihara. Negative campaign itu sangat
penting, ujarnya di Jakarta (12/9).
Akan tetapi, dalam mendekati black campaign dan negative
campaign ini, keduanya memang disikapi berbeda jika dikaitkan dengan proses
transisi demokrasi Indonesia. Ada yang bersikap bahwa black campaign dan
negative campaign tidak boleh karena
kontraproduktif terhadap proses demokrasi Indonesia. Black campaign dan
negative campaign hanya akan menyebabkan perpecahan di masyarakat. Bisa
memancing emosi massa dan berujung pada bentrok pendukung. Di samping data yang tidak jelas, pelaku
black campaign pun relatif tidak jelas. Padahal di Indonesia, selain koruptor
merajalela, provokator pun tidak kalah banyaknya. Akan menjadi celah bagi
mereka untuk lebih leluasa memanfaatkan keadaan untuk keuntungannya sendiri.
Untuk negative campaign alasan yang cukup kuat bahwa kampanye
ini tidak mendukung keberhasilan dalam pemenangan pemilu. Hal ini sesuai dengan
salah satu riset yang dilakukan oleh Kevin Arceneaux (Temple University), dan
David W. Nickerson (University of Notre Dame ) yang menyatakan bahwa….we detect
no difference between negative and positive messages with regards to turnout or
vote preference. Hampir tidak ada pengaruh negative campaign dalam
kecenderungan pemilihan suara. Ditambah lagi tanggapan sinis bahwa daripada
mengurusi “kelemahan-aib” kandidat lain, lebih baik memperbaiki kelemahan diri
sendiri. Toh, sesuai dengan peribahasa semut di seberang tampak, gajah di
pelupuk mata tak tampak.
Meskipun demikian, ada pula yang bersikap bahwa black
campaign dan negative campaign itu boleh-boleh saja dalam demokrasi. Alasannya
ialah pemilih juga rasional. Semakin baik kalau mereka mengetahui siapa
sebenarnya kandidat tersebut. Ibaratnya jangan beli kucing dalam karung. Setiap
kandidat, beserta tim suksesnya tentu hanyalah menonjolkan kebaikan-kelebihan
yang dimiliki, namun menutup-nutupi kelemahan mereka.
PENUTUP
Black campaign menjadi
suatu cerminan politik di Indonesia pada saat ini, dimana kampanye dilakukan
tidak didasari sesuai dengan undang-undang dan etika yang berlaku. Kampanye
merupakan suatu kegiatan dari calon, tim sukses partai atau kelompok-kelompok
yang mendukung untuk meyakinkan masyarakat agar mau memilihnya untuk menjabat,
dengan menawarkan atau menjanjikan apa yang akan dilakukan dalam program
kerjanya. Kampanye
yang positif tidak boleh
dilakukan dengan cara menghina seseorang, ras, suku, agama, golongan. Calon
atau peserta pemilu serta menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun
masyarakat.
Akhirnya, di Indonesia fenomena black campaign terjadi
karena tanpa disertai data dan fakta yang telah terbukti. Berbeda dengan
negative campaign yang disertai bukti dan data yang jelas. Diproduksi dengan
harapan untuk memenangkan perolehan suara dalam pemilu. Negative campaign
secara rasional ingin mempengaruhi pemilih agar mempertimbangkan pilihannya
terhadap para kandidat karena melihat kelemahan yang dimiliki oleh
masing-masing kandidat. Kemudian lebih selektif dan bertanggung jawab atas
pilihan yang mereka lakukan. Meskipun demikian, black campaign dan negative
campaign malah bisa kontraproduktif terhadap transisi demokrasi karena
cenderung berpotensi konflik dan memecah bangsa. Perlu hati-hati dan sangat
beresiko untuk diterapkan.
Selebihnya, kajian black campaign yang didekati secara
informal menunjukkan signifikansi yang cukup besar terkait proses transisi
demokrasi di Indonesia. Ternyata black campaign pun dapat dijadikan fenomena
yang cukup menarik dalam menakar pemilu, menimbang demokrasi yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Penulis, Koirudin. 2004.
Kilas Balik Pemilihan Presiden 2004 (Evaluasi Pelaksanaan, Hasil dan Masa Depan
Demokrasi Pasca Pilpres 2004). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Penulis, Thompson,
Penulis, Dennis F. 2002. Etika Politik Pejabat Negara. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Penulis, Ardianto,
Penulis, Elvinaro, dan Penulis, Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu
Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Penulis, Budiardjo,
Penulis, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Penulis, Budiman,
Penulis, Kris. 2011. Semiotika Visual – Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas.
Yogyakarta : Jalasutra
Penulis, Wibowo,
Penulis, Indiwan Seto Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis Bagi
Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta : Mitra Wacana Media
Laely Wulandari, S.H.,
M.Hum. Makalah “Black campaign sebagai tindak pidana politik”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar